Post by AlmadaIkhwanada Rimyz Grazerve on Mar 2, 2009 15:07:50 GMT -5
Semua orang yang hidup di masa Perang Dunia I pasti mengenal dia. Ia adalah seorang penerbang jagoan di Angkatan Udara Kerajaan Jerman dengan sederet prestasi yang membanggakan bagi bangsanya sekaligus menakutkan bagi musuh-musuhnya.
Nama lengkapnya Baron Manfred von Richthofen. Gelar Baron adalah sebuah gelar kebangsawanan yang dianugrahkan pemerintah Jerman kepadanya. Namun dikalangan masyarakat ia lebih d**enal sebagai Red Baron karena selalu memakai pesawat andalan Fokker Dr I Triplane, pesawat tempur bersayap susun tiga yang berwarna merah menyala.
Pagi hari yang berkabut tanggal 21 April 1918, Richthofen melangkah menuju hangar pesawat di Chappy. Sejak bergabung di AU Jerman ia sudah menunjukan keterampilannya sebagai pilot jagoan dan menjadi algojo udara bagi musuh-musuhnya penerbang Inggris, Perancis, Belgia, dan Kanada. Di zaman itu pertempuran udara tidak seperti saat sekarang yang berlangsung cepat dan terkadang kedua pesawat yang terlibat bahkan belum saling melihat lawannya. Pertempuran udara era Perang Dunia I tak ubahnya sebuah perkelahian buas, perjuangan hidup mati di angkasa. Masa hidup seorang penerbang rata-rata paling lama hanya 3 minggu sebelum akhirnya tewas ditembak jatuh lawannya.
Richthofen pun tahu itu tapi tampaknya musuhnya-lah yang harus gentar. Sebab bila Red Baron mengangkasa pasti ada beberapa pesawat lawan yang ditembak jatuh olehnya. Maka pagi itu seperti penerbangan sebelumnya.pria berumur 26 tahun itu kelihatan santai dan tenang. Rutin. Tak terlihat raut muka tegang seperti prajurit yang akan maju ke medan tempur.
Melangkah pelan sambil merapatkan jaket kulit penerbangnya dan di depan pintu hangar, seekor anak anjing lucu menarik perhatiannya. Ia berjongkok dan bermain-main dengan anak anjing itu. Seorang juru foto melihat kejadian unik itu berlari mendekat. "Tuan Richthofen," katanya. Richthofen menoleh sambil tersenyum didepan lensa kamera. Ya, ia memang pahlawan besar dan selalu diincar wartawan. Prestasi luar biasa dengan menembak jatuh 80 pesawat musuh selalu menjadi pembicaraan hangat dan diberitakan lewat surat kabar ke seluruh dunia. Bahkan setahun yang lalu pada bulan yang sama, Manfred von Richthofen pernah menembak jatuh sebanyak 5 pesawat musuh hanya dalam satu hari saja !
Ada tahkyul yang beredar luas dikalangan penerbang bahwa pantang bagi pilot difoto sebelum berhasil melaksanakan tugas. Richthofen tak percaya tahkyul. Jika pantangan itu dilanggar niscaya nasib sial akan selalu membayangi. Namun dengan kebesaran nama Red Baron tak sebersit sedikitpun tentang kepercayaan itu.
Pukul 10.15 pagi, Fokker berwarna merah menyala itu meluncur ke angkasa bersama dua lusin pesawat tempur lainnya. Tujuannya Sailly-le-Sec, lembah Somme, Perancis dalam misi offensive patrol. Red Baron memimpin rombongan pesawat itu yang juga sering disebut sebagai "Richthofen's Flying Circus " atau "Sirkus Terbang Richthofen" dan gemuruh mesinnya meraung dan mengusik ketenangan pedesaan Jerman.
Di pihak lain pada waktu yang hampir bersamaan, Kapten Roy Brown, pilot kebangsaan Kanada berusia 24 tahun juga meluncur ke angkasa dari aerodrome Bertangles, Perancis. Dibanding Red Baron, bagai bumi dengan langit, Brown masih belum apa-apa karena baru berhasil menjatuhkan 12 pesawat Jerman. Bahkan di skuadronnya sekalipun yaitu skuadron 209 RAF (AU Inggris), Brown tidak jauh berbeda dengan puluhan pilot lain dan tidak pernah dielu-elukan sebagai pahlawan. Roy Brown seperti penerbang Sekutu lainnya sudah sering mendengar cerita tentang Red Baron dengan Fokker merahnya dan ia menaruh kagum terhadap musuhnya itu. Sebaliknya Manfred von Richthofen sama sekali tak pernah mendengar nama Roy Brown, pilot Kanada yang pada pukul 11.00 sedang melakukan patroli rutin di ketinggian 10.000 kaki bersama dengan 15 pesawat tempur buatan Inggris Sopwith Camel ke wilayah Sailly-le-Sec.
Dua pesawat pengintai jenis RE8 sedang terbang rendah di wilayah itu. Malang bagi mereka rombongan "Sirkus Terbang" melihatnya. Maka dimulailah pembantaian udara tak mengenal kasihan. lebih dari 20 pesawat tempur Jerman siap mengeroyok dua pesawat pengintai yang lamban dan tak berdaya !
Di ketinggian Roy Brown melihat pembantaian yang terjadi di bawah. Ia dan teman-temannya segera membantu seraya menukik tajam ke ketinggian 3,000 kaki dimana pesawat-pesawat Jerman itu berada. Mereka tahu bahwa mereka kalah jumlah dan kualitas. Jerman dengan 25 pesawat dengan penerbang sangat terlatih melawan 15 pesawat Inggris, 8 diantaranya pun merupakan pilot-pilot Australia yang masih "hijau" dan baru saja tiba di Perancis. Kedelapan pilot itu dilarang bertempur sampai cukup pengalaman berduel di udara. Salah satu pilot Australia itu adalah Letnan Wilfred May. Sempat ragu melihat keperkasaan Fokker-Fokker Jerman tapi segera dibuang pikirannya jauh-jauh. Keselamatan dua pengintai itu jauh lebih penting pikirnya. May nekat membawa pesawatnya masuk ke kancah pertempuran dimana seharusnya ia menghindar ke tempat yang aman. Munculnya rombongan Sopwith Camel secara mendadak mengejutkan pilot-pilot Jerman. Beberapa detik kemudian empat Fokker ditembak jatuh dengan sebuah diantaranya milik May.
Namun May tak dapat merayakan keberhasilan first kill-nya ini. Sang Red Baron melihat pesawatnya dan segera menjadikannya calon korban ke-81. Dalam beberapa kali tembakan beruntun dari sepasang senapan mesin Spandau-nya, pesawat May tercabik-cabik. Harapan satu-satunya kabur dengan terbang rendah menginggalkan pertempuran sambil berlindung dibalik tembakan artileri udara Sekutu. Sayang Red Baron terus memburunya laksana elang memburu mangsa, sepertinya dalam hitungan detik sudah jelas siapa pemenangnya. Roy Brown melihat kejadian itu dan segera meninggalkan arena pertempuran untuk membantu May. Letnan May masih berusaha menghindar tapi takkan bisa menandingi kehebatan Red Baron. Dengan satu rentetan tembakan Red Baron pasti akan memenangkan duel udara melawan May.
Namun tepat diatasnya Sopwith Camel milik Roy Brown melayang mendekati ekor Fokker milik Red Baron. Nyaris tak ada gerakan mengelak dari Red Baron karena terlalu sibuk mengikuti pesawat May dan memilih saat yang tepat untuk menghabisinya. Bahkan pilot sekaliber Red Baron-pun bisa lupa akan aturan utama bagi setiap pilot pemburu yaitu always check your six ! Benarlah, begitu ekor Fokker muncul dihadapan Brown tanpa membuang waktu lagi ia menekan tombol sepasang senapan mesin Vickers yang terpasang dihidung pesawatnya. Ratusan peluru menghambur dengan cepat seraya merobek warna merah menyala kulit pesawat Red Baron yang selama ini menjadi momok penerbang Sekutu. Detik itu juga Red Baron baru sadar, berusaha mengelak tapi terlambat. Hantaman peluru menerjang kabin pilot dan mesin pesawatnya. Seketika itu Fokker milik Red Baron terbakar dan melayang makin rendah dan menghujam ladang gandum di wilayah Sailly-le-Sec. Saat itu Roy Brown dan Wilfred May tidak menyadari bahwa mereka baru saja berduel sekaligus menembak jatuh jagoan udara dan pahlawan nasional Jerman yang terkenal ke seluruh penjuru dunia.
Red Baron disemayamkan di sebuah pemakaman kecil Bertangles sore hari tanggal 22 April 1918 dengan melibatkan 12 orang berpangkat Kapten dari Skuadron 3 RAF (Australia) menembakan salvo ke udara sebagai tanda penghormatan terakhir.
Manfred von Richthofen ditemukan tewas dalam pesawatnya oleh infanteri Inggris dengan sebuah peluru menembus jantungnya. Sementara itu di Chappy, puluhan wartawan dan pemain musik sibuk bersiap-siap menyambut Red Baron pulang dengan membawa kemenangan udara. Tak terkecuali si juru foto yang memotret di depan hangar pesawatnya tadi. Ia berharap sang Red Baron akan kembali dengan gagah sehingga ia berkesempatan mengabadikan gambarnya yang legendaris itu sekali lagi…
SUMBER : www.sudirodesign.com
Nama lengkapnya Baron Manfred von Richthofen. Gelar Baron adalah sebuah gelar kebangsawanan yang dianugrahkan pemerintah Jerman kepadanya. Namun dikalangan masyarakat ia lebih d**enal sebagai Red Baron karena selalu memakai pesawat andalan Fokker Dr I Triplane, pesawat tempur bersayap susun tiga yang berwarna merah menyala.
Pagi hari yang berkabut tanggal 21 April 1918, Richthofen melangkah menuju hangar pesawat di Chappy. Sejak bergabung di AU Jerman ia sudah menunjukan keterampilannya sebagai pilot jagoan dan menjadi algojo udara bagi musuh-musuhnya penerbang Inggris, Perancis, Belgia, dan Kanada. Di zaman itu pertempuran udara tidak seperti saat sekarang yang berlangsung cepat dan terkadang kedua pesawat yang terlibat bahkan belum saling melihat lawannya. Pertempuran udara era Perang Dunia I tak ubahnya sebuah perkelahian buas, perjuangan hidup mati di angkasa. Masa hidup seorang penerbang rata-rata paling lama hanya 3 minggu sebelum akhirnya tewas ditembak jatuh lawannya.
Richthofen pun tahu itu tapi tampaknya musuhnya-lah yang harus gentar. Sebab bila Red Baron mengangkasa pasti ada beberapa pesawat lawan yang ditembak jatuh olehnya. Maka pagi itu seperti penerbangan sebelumnya.pria berumur 26 tahun itu kelihatan santai dan tenang. Rutin. Tak terlihat raut muka tegang seperti prajurit yang akan maju ke medan tempur.
Melangkah pelan sambil merapatkan jaket kulit penerbangnya dan di depan pintu hangar, seekor anak anjing lucu menarik perhatiannya. Ia berjongkok dan bermain-main dengan anak anjing itu. Seorang juru foto melihat kejadian unik itu berlari mendekat. "Tuan Richthofen," katanya. Richthofen menoleh sambil tersenyum didepan lensa kamera. Ya, ia memang pahlawan besar dan selalu diincar wartawan. Prestasi luar biasa dengan menembak jatuh 80 pesawat musuh selalu menjadi pembicaraan hangat dan diberitakan lewat surat kabar ke seluruh dunia. Bahkan setahun yang lalu pada bulan yang sama, Manfred von Richthofen pernah menembak jatuh sebanyak 5 pesawat musuh hanya dalam satu hari saja !
Ada tahkyul yang beredar luas dikalangan penerbang bahwa pantang bagi pilot difoto sebelum berhasil melaksanakan tugas. Richthofen tak percaya tahkyul. Jika pantangan itu dilanggar niscaya nasib sial akan selalu membayangi. Namun dengan kebesaran nama Red Baron tak sebersit sedikitpun tentang kepercayaan itu.
Pukul 10.15 pagi, Fokker berwarna merah menyala itu meluncur ke angkasa bersama dua lusin pesawat tempur lainnya. Tujuannya Sailly-le-Sec, lembah Somme, Perancis dalam misi offensive patrol. Red Baron memimpin rombongan pesawat itu yang juga sering disebut sebagai "Richthofen's Flying Circus " atau "Sirkus Terbang Richthofen" dan gemuruh mesinnya meraung dan mengusik ketenangan pedesaan Jerman.
Di pihak lain pada waktu yang hampir bersamaan, Kapten Roy Brown, pilot kebangsaan Kanada berusia 24 tahun juga meluncur ke angkasa dari aerodrome Bertangles, Perancis. Dibanding Red Baron, bagai bumi dengan langit, Brown masih belum apa-apa karena baru berhasil menjatuhkan 12 pesawat Jerman. Bahkan di skuadronnya sekalipun yaitu skuadron 209 RAF (AU Inggris), Brown tidak jauh berbeda dengan puluhan pilot lain dan tidak pernah dielu-elukan sebagai pahlawan. Roy Brown seperti penerbang Sekutu lainnya sudah sering mendengar cerita tentang Red Baron dengan Fokker merahnya dan ia menaruh kagum terhadap musuhnya itu. Sebaliknya Manfred von Richthofen sama sekali tak pernah mendengar nama Roy Brown, pilot Kanada yang pada pukul 11.00 sedang melakukan patroli rutin di ketinggian 10.000 kaki bersama dengan 15 pesawat tempur buatan Inggris Sopwith Camel ke wilayah Sailly-le-Sec.
Dua pesawat pengintai jenis RE8 sedang terbang rendah di wilayah itu. Malang bagi mereka rombongan "Sirkus Terbang" melihatnya. Maka dimulailah pembantaian udara tak mengenal kasihan. lebih dari 20 pesawat tempur Jerman siap mengeroyok dua pesawat pengintai yang lamban dan tak berdaya !
Di ketinggian Roy Brown melihat pembantaian yang terjadi di bawah. Ia dan teman-temannya segera membantu seraya menukik tajam ke ketinggian 3,000 kaki dimana pesawat-pesawat Jerman itu berada. Mereka tahu bahwa mereka kalah jumlah dan kualitas. Jerman dengan 25 pesawat dengan penerbang sangat terlatih melawan 15 pesawat Inggris, 8 diantaranya pun merupakan pilot-pilot Australia yang masih "hijau" dan baru saja tiba di Perancis. Kedelapan pilot itu dilarang bertempur sampai cukup pengalaman berduel di udara. Salah satu pilot Australia itu adalah Letnan Wilfred May. Sempat ragu melihat keperkasaan Fokker-Fokker Jerman tapi segera dibuang pikirannya jauh-jauh. Keselamatan dua pengintai itu jauh lebih penting pikirnya. May nekat membawa pesawatnya masuk ke kancah pertempuran dimana seharusnya ia menghindar ke tempat yang aman. Munculnya rombongan Sopwith Camel secara mendadak mengejutkan pilot-pilot Jerman. Beberapa detik kemudian empat Fokker ditembak jatuh dengan sebuah diantaranya milik May.
Namun May tak dapat merayakan keberhasilan first kill-nya ini. Sang Red Baron melihat pesawatnya dan segera menjadikannya calon korban ke-81. Dalam beberapa kali tembakan beruntun dari sepasang senapan mesin Spandau-nya, pesawat May tercabik-cabik. Harapan satu-satunya kabur dengan terbang rendah menginggalkan pertempuran sambil berlindung dibalik tembakan artileri udara Sekutu. Sayang Red Baron terus memburunya laksana elang memburu mangsa, sepertinya dalam hitungan detik sudah jelas siapa pemenangnya. Roy Brown melihat kejadian itu dan segera meninggalkan arena pertempuran untuk membantu May. Letnan May masih berusaha menghindar tapi takkan bisa menandingi kehebatan Red Baron. Dengan satu rentetan tembakan Red Baron pasti akan memenangkan duel udara melawan May.
Namun tepat diatasnya Sopwith Camel milik Roy Brown melayang mendekati ekor Fokker milik Red Baron. Nyaris tak ada gerakan mengelak dari Red Baron karena terlalu sibuk mengikuti pesawat May dan memilih saat yang tepat untuk menghabisinya. Bahkan pilot sekaliber Red Baron-pun bisa lupa akan aturan utama bagi setiap pilot pemburu yaitu always check your six ! Benarlah, begitu ekor Fokker muncul dihadapan Brown tanpa membuang waktu lagi ia menekan tombol sepasang senapan mesin Vickers yang terpasang dihidung pesawatnya. Ratusan peluru menghambur dengan cepat seraya merobek warna merah menyala kulit pesawat Red Baron yang selama ini menjadi momok penerbang Sekutu. Detik itu juga Red Baron baru sadar, berusaha mengelak tapi terlambat. Hantaman peluru menerjang kabin pilot dan mesin pesawatnya. Seketika itu Fokker milik Red Baron terbakar dan melayang makin rendah dan menghujam ladang gandum di wilayah Sailly-le-Sec. Saat itu Roy Brown dan Wilfred May tidak menyadari bahwa mereka baru saja berduel sekaligus menembak jatuh jagoan udara dan pahlawan nasional Jerman yang terkenal ke seluruh penjuru dunia.
Red Baron disemayamkan di sebuah pemakaman kecil Bertangles sore hari tanggal 22 April 1918 dengan melibatkan 12 orang berpangkat Kapten dari Skuadron 3 RAF (Australia) menembakan salvo ke udara sebagai tanda penghormatan terakhir.
Manfred von Richthofen ditemukan tewas dalam pesawatnya oleh infanteri Inggris dengan sebuah peluru menembus jantungnya. Sementara itu di Chappy, puluhan wartawan dan pemain musik sibuk bersiap-siap menyambut Red Baron pulang dengan membawa kemenangan udara. Tak terkecuali si juru foto yang memotret di depan hangar pesawatnya tadi. Ia berharap sang Red Baron akan kembali dengan gagah sehingga ia berkesempatan mengabadikan gambarnya yang legendaris itu sekali lagi…
SUMBER : www.sudirodesign.com